A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: fopen(/var/lib/php/sessions/ci_session0d409a299384c449a0577e0328f913464d2ae942): failed to open stream: No space left on device

Filename: drivers/Session_files_driver.php

Line Number: 156

Backtrace:

File: /home/desa/application/controllers/Postings.php
Line: 8
Function: __construct

File: /home/desa/index.php
Line: 292
Function: require_once

Desa Tlogo

Sejarah Desa


SEJARAH DESA TLOGO

Sejarah berdirinya Desa Tlogo tidak dapat dilepaskan dari kisah tujuh orang pengembara, yang masuk ke wilayah Tlogo. Ketujuh orang itu, Mbah Jemani, Mbah Tlaga, Mbah Tiasa, Mbah Tugu, Mbah Kanthot, Mbah Jamban dan Mbah Rujak beling kemudian berpisah dan menempati 5 wilayah perdukuhan. Mbah Jemani dan Mbah Tlaga membuka lahan untuk dukuh Tlogo dan dukuh Gudang, Mbah Tiasa membuka lahan untuk dukuh Tiyoso, Mbah Tugu membuka lahan untuk dukuh Tugon, Mbah Kanthot dan mbah Jamban membuka lahan untuk dukuh Plintaran dan tempuran, Mbah Rujak beling membuka lahan untuk dukuh Blukang.

Berdasarkan sejarah Desa Tlogo dari jaman nenek moyang hingga sesepuh Desa Tlogo, konon katanya berdiri pada tahun 1908 M. Pada jaman dahulu sebelum berdiri menjadi desa banyak semburan mata air yang sangat keras diberbagai tempat yang berbeda di 7 titik yaitu semburan mata air telaga banyu, sawah pasar, kotak genthong, kali kulon, sipete,ngares dan simas,dari 7 titik semburan mata air tersebut katanya akan terkumpul menjadi satu lokasi yang menjadi sebuah telaga yang berpusat ditelaga banyu.

Namun dari sesepuh yang tinggal didaerah tersebut tidak menghendaki adanya telaga diwilayahnya, akhirnya dari sesepuh dan tokoh masyarakat lainnya mengadakan suatu musyawarah bersama. Dalam musyawarah tersebut dipimpin oleh mbah Sawur beliau Lurah pertama di desa Telaga atas musyawarah tersebut dari semua tokoh sepakat mencari informasi untuk mendatangkan orang pintar yang bisa menutup semburan mata air yang keras agar mengalir normal dan tetap masih bisa dimanfaatkan warga informasi tersebut tersebar luas sampai keluar daerah akhirnya mendapat informasi ada 2 orang yang didapat dan pada akhirnya orang tersebut didatangkan, 2 ( dua ) orang yaitu yang kini dikenal mbah Bugel dan mbah malang kedua orang tersebut dihadirkan dari luar kota atas utusan mbah sawur yang diperantarai oleh warga dari kaliwiro, 2 orang tersebut akhirnya dapat mengatasi semburan air yang keras perlahan 2 semburannya mengecil, Dari sumber semburan mata air tersebut ditutup pakai tanah liat, ijuk aren dan tanah wadas. Dan ini sumber mata air di 7 titik masih tetap mengalir normal.

Setelah selesai mengatasi semburan mata air, beliau ke 2 (dua) orang tersebut tidak kembali ke daerah asal dan ditugaskan oleh mbah Sawur beliau selaku lurah pertama di desa telaga untuk menjaga lokasi semburan air yang ada diwilayah tersebut agar tidak terjadi semburan keras lagi dan beliau menetap didekat lokasi semburan mata air yang semburannya keras yaitu lokasinya disawah pasar dan telaga banyu saat ini lokasi sawah pasar menjadi dukuh Tlogo dan ditelaga banyu saat ini menjadi dukuh Gudang selama beliau tinggal didekat lokasi semburan mata air stabil dan saat ini air tersebut dimanfaatkan oleh warga desa Tlogo dan warga lain desa.

Mbah Sawur adalah lurah pertama di desa Telaga yang diangkat pada tahun 1913 M. beliau berdomisili didukuh Sipete, dengan jumlah penduduknya se desa Telaga kurang lebih 70-90 Kepala Keluarga. Dengan diangkatnya mbah sawur menjadi lurah, beliau konon katanya seorang pemberani dan sakti, beliau sering berkelai dengan binatang buas yang berada ditanah gombol dan tanah angker.

Pada masa kepemimpinan mbah sawur sebagai lurah desa Telaga, dalam melaksanakan tugas kepemimpinnya beliau bersama masyarakat bekerja keras truka dan membuka lahan gombol untuk dijadikan tanah garapan yaitu ladang agar dapat ditanami tanaman untuk bahan kebutuhan makanan seperti jagung, ketela dan tanaman lainnya.

Pada jaman dahulu dalam perebutan perbatasan wilayah konon katanya mengadakan suatu adu ilmu kesaktian melawan tokoh-tokoh sakti yang berada diwilayah perbatasan yaitu wilayah selatan mbah Sawur dan mbah Tlaga, diadu melawan tokoh sakti dari Pucung wetan dan Pulus, sebelah barat mbah Jemani dan mbah Tugu diadu melawan Tokoh sakti dari wilayah Kalibening, dalam adu ilmu ditantang membelah batu besar tangan tanpa menyentuh batunya yang sekarang dikenal batu belah, sebelah utara mbah Tiasa yang diadu melawan Tokoh sakti dari Desa Gumawang Kidul yang dikenal mbah Condrogeni, dalam adu ilmu dengan cara duduk sila diatas pucuk daun pisang yang masih kuncup. Apabila daun pisang tetap tegak dialah pemenangnya ternyata Mbah Tiasa yang menang, untuk wilayah timur dalam pembagiannya antara Desa Manggis, Desa Kalimendong dan Desa Banyu kembar tidak ada adu kesaktian adanya musyawarah karena dibatasi dengan sungai Sanggaluwang dan sungai Tempuran Dalam musyawarah yang hadir Mbah Jamban dan Mbah Kathot konon katanya bagi yang menang dalam adu ilmu diberi kebebasan untuk menentukan batas wilayah menurut cerita para sesepuh, tokoh-tokoh sakti didesa Tlogo semua berhasil dan menang sehingga mempunyai wilayah yang luas dibanding dengan desa-desa lain.

Setelah selesai adu ilmu dalam perebutan batas wilayah tersebut, konon katanya para tokoh sakti se-desa Tlogo dan tokoh masyarakat lainnya, mengadakan perkumpulan membahas tetang batas wilayah dan dalam musyawarah tersebut dipimpin oleh mbah sawur selaku lurah

Dalam musyawarah tersebut memutuskan beberapa hal :

1. Penanaman endong sebagai garis/tanda batas wilayah Desa;

2. Menetapkan tokoh-tokoh masyarakat yang bertugas memimpin diwilayah dukuhan,

3. Membagi batas tanah untuk wilayah dukuh,

4. Truka lahan gombol menjadi kampung dan tanah garapan.

Dalam keputusan tersebut dilaksana dengan cepat tanpa ada penundaan waktu, setelah musyawarah bersama, semua tokoh masyarakat yang ada didesa Telaga diminta hadir ke ladang untuk ikut serta melaksana penanamkan endong sebagai garis/tanda batas wilayah antar desa dan batas antar dukuh, dalam penanaman endong batas antar desa dihadiri juga oleh tokoh masyarakat dari lain desa.

Mbah Sawur selain Lurah beliau juga seorang petani yang suka membuka lahan gombol/tanah yang angker dan menata tanah tersebut menjadi tanah garapan untuk dijadikan ladang. Beliau meninggal dunia disawah sekwali pada saat truka gombol yang akan dijadikan sawah. Ada kabar bahwa mbah Sawur sudah 2 hari tidak kelihatan maka semua warga desa Telaga turun mencari mbah Sawur.akhirnya ditemukan Jasadnya tertimbun longsoran tanah, beliau dibawa pulang dan dimakamkan di pesarean budha tiyoso Setelah mbah sawur meninggal Desa Telaga kurang lebih 2 sampai 3 tahun tidak ada pemimpinnya.

Pada saat itu kedatangan 2 orang pengembara yang tidak dikenal asal-usulnya yang bermungkim di desa telaga kurang lebih selama 3 tahun, beliau adalah mbah Santri dan mbah Maospati, kedua orang tersebut sering berbaur dengan warga desa telaga,selalu siar agama islam Pada masa kepemimpinan mbah sawur lurah pertama penduduk desa telaga mayoritas bernama budha setelah beliau sering siar agama islam dan mengarahkan warga untuk masuk agama islam yang dibantu oleh mbah Maospati Akhirnya mbah Santri menetap dan menjadi warga desa Telaga yang berdomisili di dukuh Tiyasa sedangkan Mbah Maospati beliau tinggal sendirian dipinggir Sungai Songgoluwang Mbah Maospati tidak mau bermungkim dikampung bersama warga lainya. mbah Santri menyampaikan kepada pengikutnya bahwa mbah Maospati tidak selamanya tinggal didesa telaga karena beliau seorang pengembara, yang bertugas sebagai penyebar gama dan penyiar agama islam ditanah jawa,beliau hidupnya berpindah-pindah dan tidak menetap disalah satu desa atau daerah meskipun beliau tinggal jauh dengan warga tetapi beliau selalu hadir mendampingi mbah Santri dan mbah kathot untuk mengajarkan ngaji dan siar pengembangan agama Islam didesa telaga setelah agama islam di desa telaga berkembang dan banyak mengikuti ajarannya mbah Santri,akhirnya mbah Maospati meninggalkan tempat pertapaannya dan pamit kepada mbah Santri namun mbah Santri tidak memberitahu kepada siapapun kemana mbah maospati pergi. Karena hingga saat ini tidak ada yang tahu dimana mbah Maospati tinggal dan apabila sudah meninggal dunia dimana makamnya menurut infomasi makam mbah maospati banyak dan berada dimana-mana setelah mbah Maospati meninggalkan tempat pertapaannya,tempat tersebut dirawat oleh mbah Santri dan dijadikan pepunden yang kini dikenal oleh warga Tlogo punden Mbah Maospati yang bertempat dipinggir kali Songgoluwang di Dukuh Plintaran desa Tlogo.

Dengan banyaknya warga yang mengikuti ajaran mbah Santri dan berkembangnya penganut agama islam didesa Telaga, akhirnya mbah Santri diangkat menjadi lurah kedua atas perjuangannya dan pada saat itu tidak ada pemimpinnya didesa Telaga. Mbah Santri diangkat nenjadi lurah kedua pada tahun 1923 M. mbah tiasa waktu hidupnya selalu menemani mbah Santri beliau selalu membantu dan mendukung program kerja mbah santri beliau berdua mengundang para Sesepuh dan Tokoh masyarakat se-desa Telaga,untuk mengadakan suatu perkumpulan dirumahnya mbah Santri. Dan yang di undang adalah tokoh masyarakat perwakilan dari masing-masing dukuh, dalam perkumpulan tersebut mbah santri minta dukungan kepada semua tokoh masyarakat dalam melaksanakan program kerjanya sebagai pemimpin/pengemban amanat masyarakat, didalam acara musyawarah tersebut mbah Santri katanya menyinggung tentang hilangnya sen buran mata air yang dulu katanya akan menjadi telaga berhubung semburan mata air tersebut mengalir dengan stabil, maka mbah santri bersama tokoh masyarakat minta persetujuan untuk merubah nama Desa Telaga disempurnakan menjadi Desa Tlogo yang akhirnya hingga kini manjing menjadi Desa Tlogo.

Demikian sejarah singkat ini kami buat atas dasar sejarah dari nenek moyang hingga sesepuh Desa Tlogo saat ini, banyak kurang lebihnya terima kasih.

Adapun Lurah/kepala desa Tlogo dari tahun 1913 sampai dengan sekarang adalah sebagai berikut:

Lurah Pertama Mbah Sawur Periode 1913-1920

Lurah Kedua Mbah Kyai Santri Periode 1923-1931

Lurah ketiga Mbah Kerti Menggala Tlogo Periode 1932-1936

Lurah keempat Mbah Setra Menggala Plintaran Periode 1937-1942

Lurah kelima Mbah H. Zaeni Periode 1943-1963
Beliau keluarga besar alm. mbah Santri wafat tahun 1983

Lurah Keenam

Mbah H. Suyoto Periode 1965-1988

PJ. Kepala Desa Mbah H. Darmosiswoyo Periode 1988-1991
wafat tahun 1990

Kepala Desa Ketujuh Bapak H. Muh. Setyo Sudarmo Periode 1991-2007 wafat tahun 2009
Beliau putra kandung alm. mbah H. Suyoto

Kepala Desa Kedelapan Bapak H. Sutiyo Periode 2007-2013
Beliau putra alm. mbah H. Zaeni

Kepala Desa Kesembilan Bapak Bambang Agus Wahyono, A.Md Periode 2013-2025
Belize Cucu alm. mbah H. Zaeni


Total Dibaca

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: rewind() expects parameter 1 to be resource, boolean given

Filename: drivers/Session_files_driver.php

Line Number: 188

Backtrace:

A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: filesize(): stat failed for /var/lib/php/sessions/ci_session0d409a299384c449a0577e0328f913464d2ae942

Filename: drivers/Session_files_driver.php

Line Number: 192

Backtrace: